Ringkasan:
Bodhisattva terlahir dalam keluarga Brāhmana yang tumbuh dengan pendidikan yang baik, namun meninggalkan keduniawian dan menjadi pertapa pada usia dewasa. Suatu ketika, bersama dengan muridnya yang bernama Ajita, Bodhisattva melihat seekor harimau betina yang kelaparan dan hendak menerkam anak-anaknya. Bodhisattva menyuruh Ajita untuk mencarikan makanan bagi harimau itu, tetapi Bodhisattva menyadari bahwa jika ia tidak segera bertindak, ketiga anak harimau itu akan mati oleh taring-taring induknya.
Setelah merenungi bahwa kehidupan ini tak pantas dilekati, juga disertai oleh rasa welas asih yang mendalam terhadap harimau tersebut, Bodhisattva melompat dari atas tebing, mengorbankan dirinya untuk menjadi santapan harimau yang kelaparan. Harimau betina kemudian menyantap dagingnya dan tidak jadi memakan anak-anaknya. Ajita, menyadari bahwa gurunya telah mengorbankan diri, melakukan pemujaan bersama para dewa.
1.1. Bodhisattva terlahir di dalam keluarga Brāhmana yang taat dalam spiritualitas
Pada suatu masa, Sang Bodhisattva terlahir di alam manusia. Karena timbunan jasa kebajikan yang pernah beliau kumpulkan dalam kelahiran-kelahiran sebelumnya, Bodhisattva terlahir dalam sebuah keluarga Brāhmana yang terhormat dan taat dalam praktik spiritualitas.
Ketika ia dilahirkan, orangtuanya mengundang para pendeta Brāhmana untuk memberikan pemberkatan kepada Bodhisattva.
(Dalam relief ini, Bodhisattva yang masih seorang bayi dipangku oleh ibunya, di mana para Brāhmana sedang melakukan upacara pemberkatan dan ayahnya di sebelah kanan memberikan persembahan kepada Brāhmana).
1.2. Sang Bodhisattva mempelajari berbagai macam pengetahuan
Berkat akumulasi jasa-jasa baik yang ia kumpulkan dalam berbagai kehidupan lampau, Sang Bodhisattva tumbuh besar dalam kemakmuran, kecerdasan, dan kehormatan. Dalam usia yang relatif muda, ia sudah menguasai delapan belas jenis ilmu pengetahuan dan seni. Mengetahui hal ini, para Brāhmana, ksatria, maupun masyarakat umum menghormatinya.
Pada usia dewasa, ia meninggalkan keduniawian dan menjalani hidup sebagai seorang pertapa di dalam hutan. Di sana ia bertemu dengan murid-muridnya dan mengajarkan kebajikan, perhatian penuh, maupun ajaran kebijaksanaan.
3. Bodhisattva dan muridnya mendengar suara auman harimau.
Suatu hari, Bodhisattva dan muridnya yang bernama Ajita mendengar suara geraman hewan buas yang menarik perhatian mereka. Dari atas bukit, mereka melihat seekor harimau betina yang hendak memangsa anak-anaknya karena didera kelaparan. Anak-anak harimau itu tidak menyadari bahaya yang sedang mengintai mereka, sebaliknya, mereka justru merasa aman di dekat ibunya yang sedari tadi sudah mempertimbangkan untuk memangsa mereka. Melihat ini, batin Sang Bodhisattva tersentuh dan mengucapkan,
“Lihatlah betapa tidak berartinya saṁsāra ini! Hewan ini berusaha memakan anak-anaknya sendiri. Kelaparan membuat ia tidak memahami cinta kasih. Sungguh menyedihkan! Rasa cinta diri yang buas membuat seorang ibu berkeinginan untuk memakan darah dagingnya sendiri!”
Bermaksud menghentikan tindakan harimau betina itu, Bodhisattva meminta Ajita untuk segera mencarikan daging untuk disantap oleh sang harimau, sehingga ia batal memangsa anak-anaknya. Ajita langsung bergegas menuruti perintah gurunya. Namun, tergerak oleh rasa welas asih terhadap harimau betina itu beserta anak-anaknya, Bodhisattva terpikirkan untuk mengorbankan dirinya. Ia tidak ingin harimau betina itu melakukan kesalahan besar, dan tidak ingin anak-anak harimau itu tewas di dalam gigitan induknya sendiri. Sambil merenungi betapa jasmani ini akan melapuk dan tak dapat dilekati, Bodhisattva merenungi:
“Ada dua hal yang membuat seseorang mengabaikan penderitaan orang lain: kemelekatan pada kesenangannya sendiri dan tidak memiliki daya untuk membantu. Tetapi aku tidak merasa senang sementara yang lain menderita, dan aku memiliki daya untuk membantu; mengapa aku harus bersikap acuh?”
Kemudian, dengan kerelaan hati dan welas asih kepada semua makhluk, Bodhisattva melompat dari atas bukit itu. Tubuhnya terjatuh, menimbulkan suara yang cukup kencang sehingga menarik perhatian harimau betina itu. Sang harimau, melihat ada daging manusia yang dapat ia makan, membatalkan untuk memangsa anak-anaknya.
4. Para murid dan dewa memberikan penghormatan
Ajita pun kembali dengan tangan kosong. Namun ia tidak dapat menemukan gurunya, sehingga ia berkeliling mencari keberadaan sang Bodhisattva. Ajita melihat harimau betina itu sedang menyantap daging manusia, dan menyadari bahwa itu adalah jasad dari gurunya. Melihat hal itu, Ajita bersedih karena kehilangan gurunya, namun ia merasa takjub dengan pengorbanan dari Sang Bodhisattva yang bahkan merelakan jasmaninya demi menyelamatkan makhluk lain. Ajita berseru:
“Oh, betapa berwelas-asih guruku kepada mereka yang didera oleh penderitaan! Betapa ia tidak peduli terhadap kesejahteraannya sendiri!”
Ajita kemudian menceritakan hal ini kepada murid-murid Bodhisattva yang lainnya. Mereka memuji teladan gurunya yang begitu luar biasa. Bersama para Gandarwa, Yaksa, Naga, dan pemimpin para Dewa, mereka semua memberikan penghormatan kepada kebajikan Sang Bodhisattva.
“Lihatlah betapa tidak berartinya samsāra ini! Hewan ini berusaha memakan anak-anaknya sendiri. Kelaparan membuat ia tidak memahami cinta kasih. Sungguh menyedihkan! Rasa cinta diri yang buas membuat seorang ibu berkeinginan untuk memakan darah dagingnya sendiri!”
“Ada dua hal yang membuat seseorang mengabaikan penderitaan orang lain: kemelekatan pada kesenangannya sendiri dan tidak memiliki daya untuk membantu. Tetapi aku tidak merasa senang sementara yang lain menderita, dan aku memiliki daya untuk membantu; mengapa aku harus bersikap acuh?”
“Oh, betapa berwelas-asihnya guruku kepada mereka yang didera oleh penderitaan! Betapa ia tidak peduli terhadap kesejahteraannya sendiri! Betapa ia telah menyempurnakan perilaku bajik dan menghancurkan rintangan-rintangannya!”
Berdasarkan kitab “Jatakamala” karya Acarya Aryasura
Disusun oleh Garvin Goei
Foto relief oleh Bhikkhu Anandajoti