Kisah Sang Kelinci (Kisah Relief Jatakamala 6)

Kisah Sang Kelinci
(Kisah Relief Jatakamala 6)

Ringkasan:

Di sebuah hutan yang indah, hiduplah empat sekawan: kelinci, serigala, kera, dan berang-berang. Kelinci adalah pemimpin dari empat sekawan itu dan kerapkali memberikan khotbah tentang kebajikan kepada tiga sahabatnya. Pada suatu hari, Dewa Sakra menyamar sebagai seorang brahmana dan turun ke dunia, berpura-pura menangis karena tersesat, kelelahan, dan kelaparan. Empat sekawan segera menolongnya; serigala, kera, dan berang-berang menyajikan makanan mereka untuk disantap oleh brahmana. Tetapi kelinci, karena tidak memiliki apapun, tidak dapat mempersembahkan apa-apa. Kelinci pun bermaksud untuk mempersembahkan dirinya sendiri kepada brahmana, dengan cara melemparkan dirinya ke dalam api yang menyala. Dewa Sakra kagum atas kebajikan empat sekawan ini dan membawa mereka ke surga.


6.1. Sang Kelinci dengan Sakra yang menyamar sebagai brahmana

Pada suatu ketika, Bodhisattva terlahir sebagai seekor kelinci yang hidup di sebuah hutan. Tempat itu begitu indah, dipenuhi dengan berbagai tumbuhan merambat, rerumputan, dan pepohonan; berlimpah dengan bunga dan buah. Rerumputan hijau menghampar menutupi permukaan tanah bagai karpet, dan di salah satu sisinya terdapat sungai yang dialiri oleh air jernih.

Kelinci itu bersikap baik ke hewan-hewan lainnya di dalam hutan, sehingga hewan-hewan lain menghormati dan menyayanginya. Di sana, sang kelinci bersahabat dengan seekor berang-berang, serigala, dan kera. Ketiga hewan itu menganggap sang kelinci bagai guru karena kebijaksanaannya, dan mereka menghormati satu sama lain.

Pada suatu malam di saat bulan hampir penuh, sang kelinci mengumumkan kepada sahabat-sahabatnya bahwa besok adalah bulan penuh, di mana pada saat itu mereka harus menghormati tamu yang datang dengan menyajikan makanan berkualitas baik. Hewan-hewan itu setuju, kemudian memberi hormat kepada sang kelinci dan pulang ke rumahnya masing-masing.

Pada malam itu pula, sang kelinci merenung:

“Mereka bisa memberi hormat dengan beberapa makanan kepada tamu lain yang mungkin kebetulan datang, tetapi aku berada dalam kondisi yang menyedihkan di sini. Sama sekali tidak mungkin untuk memberikan tamu dengan bilah rumput yang sangat pahit yang kupotong dengan gigiku.

Oh! betapa tak berdayanya diriku! Ketidakberdayaanku merundungiku. Maka, apa gunanya hidup bagiku, karena seorang tamu yang seharusnya menjadi kegembiraan bagiku, dengan cara ini harus menjadi kesedihan!

Dalam kesempatan apa, tubuh yang tidak berharga ini, yang bahkan tidak dapat melayani seorang tamu, menyerah untuk memberikan keuntungan bagi siapa pun?

Kepemilikan yang sesuai dengan tujuan untuk menghormati setiap tamu mudah untuk didapatkann ; karena itu ada di dalam kekuatanku, tidak bisa dibanta, bukan milik siapa pun kecuali aku; itu adalah milik tubuhku.

Aku telah menemukan makanan yang layak untuk tamuku; Sekarang, hatiku, meninggalkan duka dan kesedihanmu! Dengan tubuhku yang kusam ini, aku akan mempraktikkan keramahan dan memuaskan keinginan tamuku.”

Lalu Sakra, raja para dewa, bermaksud untuk mencobai sang kelinci. Ia kemudian menyamar sebagai seorang brahmana dan turun ke hutan itu. Di sana dia menangis dan meratap dengan keras seperti orang yang tersesat, kelelahan, dan kelaparan. Dia terus meratapi nasibnya,

6.2. Sakra meminta bantuan

“Sendirian dan tersesat, setelah kehilangan gerobakku, aku menjelajahi hutan yang dalam, kelelahan oleh lapar dan letih. Tolonglah aku, wahai yang bajik!

Tidak mengetahui jalan yang benar atau yang salah, kehilangan arah pedomanku, mengembara secara acak, sendirian di hutan belantara ini. Aku menderita kepanasan, kehausan, dan kelelahan. Siapakah yang akan menggembirakanku dengan kata-kata bersahabat yang ramah?”

Empat sekawan itu, mengetahui bahwa ada seorang manusia yang tersesat dan kelelahan, segera menghampirinya dan memberi penghiburan. Berang-berang mengeluarkan tujuh ikan dan memberikannya kepada brahmana itu, serigala membawakan seekor kadal dan satu bejana susu asam untuk diberikan kepada brahmana itu, dan demikian pula kera membawa buah mangga yang sudah matang. Brahmana itu menyantapnya.

Kelinci, setelah memberi hormat keapda brahmana tersebut, kemudian berkata:

“Seekor kelinci, yang dibesarkan di hutan, tidak memiliki kacang, biji wijen, ataupun beras untuk dipersembahkan, hanya mempersiapkan tubuhku ini dengan api, dan setelah menyantapnya, bermalamlah di pertapaan ini.

Pada hari baik datanglah seorang pengemis, setiap hewan memberinya apa pun dari barang-barangnya yang dapat menjadi sarana untuk memenuhi kebutuhannya. Tetapi kekayaanku terbatas hanya pada tubuhku; ambillah, kalau begitu. Inilah seluruh kepemilikanku.”

Sakra, yang memahami bahwa kelinci bermaksud untuk mengorbankan dirinya, semakin berniat mencobainya. Melalui kesaktiannya, dia menciptakan tumpukan arang yang terbakar. Kelinci itu kemudian berucap dengan gembira:

“Aku telah menemukan cara untuk menunjukkan kepadamu kebaikanku. Maka, engkau harus memenuhi harapan di mana aku memberi engkau anugerah ini, dan menyantap tubuhku. Lihat, Brāhmana yang agung,

Merupakan kewajibanku untuk memberi dalam berdana, dan hatiku cenderung untuk melakukannya, dan pada orang seperti engkau aku telah bertemu dengan seorang tamu yang layak; kesempatan untuk memberi seperti itu tidak dapat diperoleh dengan mudah. Maka buatlah pemberianku tidak sia-sia, karena itu tergantung pada engkau.”

6.3. Kelinci mengorbankan dirinya

Usai mengucapkan hal tersebut, sang kelinci melemparkan dirinya ke dalam api yang berkobar. Raja Sakra yang melihatnya merasa kagum. Dengan kesaktiannya kembali, dia mengangkat kelinci itu ke atas dan menunjukkannya kepada para dewa, “Lihatlah, para dewa, penghuni kediaman surgawi, lihatlah dan bersukacitalah atas perbuatan yang menakjubkan ini, pengorbanan dari Bodhisattva ini!”

Setelah memuji kebajikan sang kelinci, Sakra menghiasi kedua puncak istananya dengan wujud kelinci. Kemudian, ketiga temannya – berang-berang, serigala, dan kera – tiba-tiba menghilang dari bumi dan terlahir kembali di alam para dewa.

Demikianlah kisah kelinci dan ketiga temannya yang bajik ini.

Berdasarkan kitab “Jatakamala” karya Acarya Aryasura
Disusun oleh Garvin Goei
Foto relief oleh Bhikkhu Anandajoti

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *