Kisah tentang Angsa (Kisah Relief Jatakamala 22)

Kisah tentang Angsa
(Kisah Relief Jatakamala 22)

Ringkasan:

Sepasang angsa (raja angsa & panglimanya) yang sangat termashyur karena keindahan wujudnya menjadi bahan pembicaraan di antara para manusia. Raja Brahmadatta, yang penasaran dengan kedua angsa itu, meminta para menterinya untuk menemukan angsa itu. Atas masukan dari para menterinya, sang raja membuat sebuah kolam indah yang menyaingi kolam tempat asal kedua angsa itu, kemudian mengumumkan bahwa ia menjamin keselamatan para burung yang datang mengunjungi kolam itu. Atas desakan para angsa yang ingin melihat danau indah tersebut, raja angsa, panglima dan angsa-angsa lainnya terbang ke sana. Kaki sang raja angsa kemudian terjerat oleh perangkap dari pemburu suruhan raja. Semua angsa melarikan diri kecuali Sumukha, sang panglima. Merasa kagum dengan kesetiaan Sumukha terhadap rajanya, pemburu itu membebaskan mereka berdua.


22.1. Para Angsa di Danau Manasa

Pada suatu hari Bodhisattva terlahir sebagai raja sekelompok angsa yang terdiri dari ratusan ribu angsa. Ia Bernama Dhṛtarāṣṭra, dan memiliki seorang komandan yang Bernama Sumukha. Sumukha sangat ahli dalam mengelola berbagai urusan, mengenal yang benar dan yang salah, serta memiliki daya ingat yang sangat baik. Hal ini membuat raja angsa menaruh banyak kepercayaan kepadanya.

Baik raja angsa dan Sumukha saling menghormati satu sama lain. Mereka memiliki hubungan yang sangat akrab bagai seorang guru dengan murid utamanya. Dan karena mereka berdua merupakan angsa yang paling unggul di antara yang lainnya, mereka mengajari sekumpulan angsa itu untuk berperilaku bajik dan damai.

Akibatnya, danau tempat mereka hidup yang Bernama danau Manasa itu menjadi sangat indah. Angsa-angsa itu hidup harmonis bersama, dengan suara-suara lembut yang menjadi pengiringnya. Di saat mereka sedang berkumpul bersama, mereka terlihat bagai kumpulan bunga teratai yang berada di atas permukaan air; namun ketika mereka sedang menyebar dalam kelompok-kelompok kecil, mereka nampak bagaikan awan putih yang sedang bergerak di angkasa. Demikianlah mereka menghiasi danau Manasa.

Melihat kualitas baik dari sepasang angsa ini, para dewa mengagumi kebajikan mereka berdua. Namun ternyata kabar tentang sepasang angsa unggul ini juga dibicarakan di antara para manusia, mulai dari para pertapa, bangsawan, hingga para pejabat kerajaan.

22.2. Raja meminta kepada para menterinya untuk menemukan angsa itu

Di tempat lain, di Benares, hiduplah seorang raja yang bernama Brahmadatta. Ia mendengar dari para pejabat kerajaannya bahwa ada sepasang angsa di Danau Manasa yang begitu agung dan menawan. Hal itu membuatnya merasa penasaran dan ingin melihatnya. Kemudian ia mengumpulkan para menteri, meminta mereka memikirkan cara agar bisa menemukan sepasang angsa tersebut.

Maka para menteri tersebut berdiskusi, mengerahkan kecerdasan mereka untuk memenuhi permintaan sang raja. Singkat cerita, mereka menyarankan agar raja membangun sebuah danau yang lebih indah dari Manasa di negerinya, lalu mengumumkan ke seluruh penjuru tempat bahwa raja akan menjamin para makhluk hidup yang datang ke danau itu, maka dengan demikian ada kemungkinan kedua angsa itu akan tertarik ke sana.

Raja menerima masukan tersebut dan langsung meminta danau itu untuk dibuat di salah satu wilayahnya.

Danau itu dibuat dengan begitu indah,

Pepohonan berbunga dengan indah, ditemani dengan ranting-ranting yang bergerak terkena hembusan angin. Lalu kawanan lebah kemudian datang, mendekati bunga-bunga teratai yang berada di permukaan air. Di bagian lain dari danau tersebut, kelopak bunga yang terjatuh memenuhi permukaannya, membuatnya nampak sangat indah. Airnya jernih dengan aroma bunga yang menyeruak menyebar ke seluruh bagian danau. Ikan-ikan berenang, gajah-gajah mandi di sana, benar-benar memberikan kesan yang indah.

Setelah itu, para petugas kerajaan berkeliling ke berbagai tempat, mengumumkan bahwa raja telah membangun sebuah danau yang indah bagi para unggas dan akan menjamin keselamatan mereka di danau itu.

22.3. Angsa bertemu dengan pemburu

Suatu hari, dua ekor angsa dari kelompok Bodhisattva tidak sengaja terbang melewati danau itu. Terlihat indah, mereka mendekati danau itu, kemudian terlena oleh kenyamanan yang ditawarkan di sana. Mereka berenang ke sana kemari, menikmati keindahannya yang luar biasa. Mereka kemudian berpikir, “Kita harus mengajak teman-teman kita ke tempat ini!”

Mereka pun kembali ke Manasa, lalu melapor kepada raja angsa dan Sumukha tentang keberadaan danau yang indah milik raja Brahmadatta itu. Angsa-angsa lain yang mendengarnya merasa penasaran dan meminta raja angsa untuk membawa mereka ke sana. Tetapi Sumukha, penasihat raja, menyarankan agar mereka tidak pergi ke sana untuk alasan keselamatan. Bagi Sumukha, danau itu adalah milik manusia, dan di dunia ini hanya manusia yang bisa mengucapkan sesuatu yang bertentangan dengan isi pikirannya (berdusta). Sumukha tidak yakin bahwa tempat itu aman. Tetapi angsa-angsa lainnya tetap mendesak raja agar mereka dapat pergi ke sana. Maka, untuk menengahinya, Sumukha menyarankan kepada raja untuk mampir ke sana tetapi hanya sebentar dan segera kembali lagi.

Maka raja angsa, Sumukha, dan kawanan angsa itu bersama-sama terbang ke danau milik raja Brahmadatta. Begitu tiba, mereka langsung disambut dengan keindahan danau itu: suara-suara lebah, bunga-bunga teratai, pepohonan yang bunganya bermekaran, air yang jernih, ikan yang berenang ke sana kemari, gajah yang sedang bermain air, juga angin yang bertiup lembut. Mereka langsung terlena dengan keindahan itu dan berenang ke sana kemari, menikmati keindahan dengan hati yang gembira.

Petugas kerajaan yang ditugaskan mengamati danau itu menyadari kehadiran raja angsa, kemudian segera bergegas kembali ke istana dan melaporkannya kepada raja. Mengetahui hal ini, hati raja sangat gembira. Ia memanggil salah satu pemburu andalannya untuk pergi ke danau itu dan menangkap angsa-angsa tersebut.

Di danau, para angsa itu sudah terlena oleh keindahannya dan lupa untuk kembali ke Manasa, tanpa menyadari bahwa pemburu sudah menyiapkan perangkap di berbagai sisi danau. Ketika para angsa sedang berenang ke sana kemari, salah satu kaki dari raja angsa terjerat oleh perangkap. Mengetahui bahwa danau ini tidak aman, raja angsa langsung berteriak, meminta kawanannya untuk segera terbang meninggalkan tempat itu. Mereka, mendengar peringatan dari rajanya, langsung terbang dengan ketakutan. Dalam hati mereka mengkhawatirkan keselamatan rajanya, tetapi juga takut akan ditangkap.

Berbeda dengan angsa-angsa lainnya, Sumukha tidak pergi. Ia tetap berada di danau itu, berada tepat di samping sang raja.

“Pergilah, Sumukha, pergilah; tidak bijaksana untuk berlama-lama di sini. Kesempatan apa yang bisa kau miliki untuk membantuku yang berada dalam kondisi seperti ini?” Perintah sang raja kepada Sumukha.

Sumukha menjawab, “

“Ini bukanlah kematian terakhir yang dapat kualami jika aku tetap berada di sini, lagipula meskipun aku pergi, aku juga tidak akan terbebas dari usia tua dan kematian. Aku selalu ada dalam setiap kemakmuranmu, bagaimana mungkin aku dapat meninggalkanmu dalam kemalangan?

Jika aku meninggalkanmu karena hal yang sepele, yakni demi hidupku sendiri, di mana aku dapat berlindung dari hujanan penyalahan?

Tidaklah tepat, tuanku, jika aku meninggalkanmu dalam kesusahanmu. Apapun yang terjadi padamu, aku akan dengan senang hati ikut menerimanya, wahai raja para burung.”

Demikianlah, begitu dalamnya persahabatan di antara mereka sehingga mereka ingin melindungi satu sama lain. Sang raja tidak ingin Sumukha ikut tertangkap seperti dirinya, dengan demikian memintanya untuk pergi; tetapi Sumukha tidak ingin meninggalkan sang raja yang selalu ia temani, sehingga ia bersikeras untuk bertahan.

Kemudian pemburu itu, menyadari bahwa ada angsa yang sudah masuk ke dalam perangkapnya, segera datang. Baik raja angsa dan Sumukha terdiam melihat pemburu itu datang. Pemburu melihat salah satu angsa sudah terjerat dalam perangkap yang ia buat, sedangkan angsa satunya lagi ternyata dalam keadaan bebas tetapi tidak pergi.

Karena penasaran, pemburu itu bertanya:

“Angsa ini, yang terperangkap dalam jerat yang kuat, kehilangan kebebasannya untuk bergerak. Untuk alasan inilah ia tidak bisa terbang ke angkasa meskipun aku mendekat. Tetapi engkau yang tidak terjerat, yang bebas dan kuat dan memiliki sepasang sayap, mengapa engkau tidak buru-buru terbang ke langit saat aku datang?”

“Dia adalah rajaku dan sahabatku yang aku cintai seperti hidupku sendiri, dia adalah penyokongku, dan dia sedang berada dalam kesusahan. Karena itulah, aku tidak akan pernah meninggalkannya, bahkan untuk menyelamatkan hidupku sendiri.

Oh! Andaikan pembicaraan kita ini mengarah pada akhir yang bahagia, temanku! Bebaskanlah kami sekarang juga jika engkau ingin memperoleh kemuliaan dari tindakan bajik!”

Pemburu yang tersentuh dengan jawaban itu, menjawab kembali:

“Aku tidak ingin menyakitimu, dan bukan engkau yang kutangkap. Pergilah bebas dan bergabunglah dengan teman-temanmu yang akan senang melihatmu!”

Sumukha yang menyadari bahwa hati pemburu itu mulai melunak, memohon agar ia mau melepaskan perangkap yang menjerat sang raja angsa. Pemburu, yang melihat keagungan sifat angsa ini, merasa semakin tersentuh dan melepas jeratannya, juga memuji angsa tersebut:

“Bahkan jika bertemu dengan manusia atau dewa sekalipun, sifat tidak mementingkan diri seperti ini pun merupakan sebuah keajaiban, seperti yang dipraktikkan olehmu yang mengorbankan hidupmu demi tuanmu.

Maka aku akan menghormatimu dan membebaskan rajamu. Sesungguhnya, siapakah yang mampu melakukan kejahatan terhadap orang yang lebih engkau cintai daripada kehidupan?”

22.4. Raja bertemu dengan kedua angsa agung tersebut

Demikianlah sang pemburu melepaskan raja angsa yang terjerat. Setelah permintaannya dikabulkan, Sumukha kemudian berbicara lagi kepada pemburu itu:

“Kgar kerja kerasmu tidak sia-sia, bawalah aku dan juga raja angsa ini, gendonglah kami di tiang bahumu, bebas dan tidak terikat, tunjukkan kami kepada rajamu di istananya.”

Pemburu menyetujui permintaan itu, menaruh mereka ke dalam keranjang tanpa mengikat maupun melukai mereka, kemudian membawanya ke istana untuk diperlihatkan kepada raja.

Melihat sepasang angsa yang nampak megah dan menawan itu, sang raja dipenuhi dengan rasa takjub. Raja kemudian bertanya kepada sang pemburu:

“Bagaimana engkau dapat memiliki dua ekor angsa ini di tanganmu, tanpa terluka dan tanpa terikat, meskipun mereka mampu terbang menjauh darimu yang berjalan kaki? Jelaskan kepadaku.”

Nisada membungkuk kepada raja dan menceritakan apa yang sudah terjadi sebelumnya.

Mendengar cerita tentang kedua angsa itu, sang raja menjadi semakin kagum. Ia kemudian mempersilakan kedua angsa itu untuk duduk di tempat duduk istimewa yang sudah ia persiapkan. Mereka kemudian bertukar salam dan saling memuji kebesaran satu sama lain.

Atas kejadian itu, raja Brahmadatta menghadiahi sang pemburu dengan pemberian yang sangat besar. Raja juga mengucapkan pertemanan dengan raja angsa dan Sumukha, dan mempersilakan mereka untuk datang kembali kapan pun.

Dan pada suatu kesempatan, raja angsa itu datang menjenguk sang raja dan membabarkan khotbah Dharma.

Aku selalu ada dalam setiap kemakmuranmu, bagaimana mungkin aku dapat meninggalkanmu dalam kemalangan?

Sungguh, ini adalah kebenaran bagi orang yang berbudi luhur, bahwa seorang sahabat yang setia tidak akan meninggalkan sahabatnya berada dalam kesusahan, bahkan dengan mengorbankan nyawanya sekalipun.

Bagi orang yang kaya raya, seorang sahabat yang mengungkapkan keinginannya dengan ucapan jujur adalah kepuasan yang lebih besar daripada kekayaannya sendiri. Karena alasan inilah, sikap tanpa pamrih di antara para sahabat adalah keuntungan yang besar.

Karena cinta kasih, ketika seseorang mendapatkan kesenangan, yang akan pertama kali diingat adalah sahabat-sahabatnya sendiri.

Berdasarkan kitab “Jatakamala” karya Acarya Aryasura
Disusun oleh Garvin Goei
Foto relief oleh Bhikkhu Anandajoti

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *