Kisah tentang Brahmana (Kisah Relief Jatakamala 12)

Kisah tentang Brahmana
(Kisah Relief Jatakamala 12)

Ringkasan:

Seorang guru yang terkemuka menceritakan kepada murid-muridnya bahwa ia telah hidup menderita dalam kemiskinan, dan oleh sebab itu ia meminta mereka untuk mengambil harta seseorang di tempat dan waktu yang tidak akan diketahui oleh orang lain. Murid-muridnya menyetujui perintah sang guru, kecuali seorang pemuda brahmana. Ketika sang guru bertanya mengapa ia nampak keberatan, pemuda itu menjawab bahwa tidak mungkin untuk mengambil sesuatu tanpa diketahui oleh satu orang pun, karena setidaknya dirinya sendiri akan mengetahuinya. Sang guru memuji kecerdasan sang murid.


12. Sang guru memberikan instruksi kepada murid-muridnya

Pada suatu ketika, Bodhisattva terlahir di sebuah keluarga brāhmana yang terkemuka. Ketika ia berusia pemuda, ia menetap di rumah gurunya yang adalah seorang brāhmana yang sangat termashyur. Pemuda ini memiliki kecerdasan yang sangat unggul, sehingga ia dapat mempelajari Veda dengan cepat dan membuat ia disukai oleh gurunya.

Suatu hari, sang guru bermaksud untuk menguji moralitas murid-muridnya. Sang guru memanggil mereka semua dan menceritakan kemalangannya karena tidak mendapatkan sokongan dari keluarga dan harus hidup dalam kemiskinan. Guru menceritakannya dengan sedemikian rupa sehingga para murid tersentuh mendengar kisahnya. Tidak ingin guru mereka menderita lebih lama lagi, mereka pun bertanya apa yang bisa mereka lakukan untuk meringankan penderitaan sang guru.

Guru pun menjawab bahwa ajaran para brāhmana mengizinkan seseorang untuk melakukan pencurian bila orang itu sedang berada dalam kesulitan. Oleh karena itu, sang guru meminta murid-muridnya untuk mengambil harta orang lain pada tempat dan waktu yang tidak akan diketahui oleh orang lain.

Murid-murid itu menyetujui perintah guru mereka, kecuali sang pemuda brāhmana tersebut. Ia menyadari bahwa perintah gurunya tidak sesuai dengan Dharma, sehingga ia merasa sedih dan menunduk.

Guru yang menyadari bahwa muridnya yang cerdas ini tidak menyetujuinya, bertanya-tanya dalam hati: “Mengapa dia tidak menyetujui pencurian? Apakah karena tindakan itu membutuhkan keberanian atau karena ia tidak patuh kepadaku? Atau apakah dia benar-benar tahu bahwa itu adalah tindakan yang jahat?”

Lalu guru bertanya kepada sang pemuda. Setelah memberi hormat kepada gurunya, pemuda brāhmana itu menjawab bahwa instruksi gurunya itu tidak dapat ia lakukan.

“Aku berpikir bahwa cara bertindak yang guru ajarkan kepada kami tidak dapat dilakukan. Tidaklah mungkin untuk melakukan perbuatan jahat tanpa terlihat. Mengapa? Karena tidak mungkin untuk benar-benar sendirian.

Bagi pelaku kejahatan, tidak ada satupun tempat di dunia ini untuk melakukannya sendirian. Bukankah para makhluk yang tidak terlihat dan sang Muni yang murni, yang matanya diberkahi dengan kesaktian, mengawasi tindakan manusia?

Karena tidak melihat mereka, orang bodoh mengira dia sedang sendirian dan melakukan tindakan buruk.

Aku adalah saksi yang jauh lebih cermat atas perbuatanku sendiri daripada orang lain. Orang lain bisa saja melihatku maupun tidak, karena pikirannya sibuk dengan urusannya sendiri. Tetapi diriku, yang bersemangat karena dipenuhi oleh nafsu, tahu dengan pasti bahwa aku sedang melakukan kejahatan.”

Setelah mendengarkan jawaban sang murid, gurunya menjadi sangat kagum dan gembira. Ia bangkit dari tempat duduknya, memeluk sang murid dan berkata, “Baiklah, sangat baik, putraku! Sungguh ucapan yang sangat baik, ucapan yang sangat baik, wahai Brāhmana yang mulia! Inilah kecerdasanmu yang tajam, dihiasi oleh ketenangan batin.”

Demikianlah, rasa tahu malu akan mencegah orang-orang bajik untuk melakukan perbuatan jahat.

Bagi pelaku kejahatan, tidak ada satupun tempat di dunia ini untuk melakukannya sendirian. Bukankah para makhluk yang tidak terlihat dan sang Muni yang murni, yang matanya diberkahi dengan kesaktian, mengawasi tindakan manusia? Karena tidak mampu melihat mereka, orang bodoh mengira dia sedang sendirian dan melakukan tindakan buruk.
Lagipula aku sama sekali tidak mengetahui tempat yang sepi tanpa ada orang lain. Sekalipun aku tidak melihat ada orang lain, bukankah di sana ada diriku sendiri?

Aku adalah saksi yang jauh lebih cermat atas perbuatanku sendiri daripada orang lain. Orang lain bisa saja melihatku maupun tidak, karena pikirannya sibuk dengan urusannya sendiri. Tetapi diriku, yang bersemangat karena dipenuhi oleh nafsu, tahu dengan pasti bahwa aku sedang melakukan kejahatan.

Lebih baik mengambil mangkuk dan jubah kusam, melihat kemewahan rumah besar musuhnya sendiri, daripada dengan tanpa malu mengarahkan pikiran untuk membunuh kebenaran.

Orang bodoh melalaikan tanggung jawabnya, digerakkan oleh berbagai alasan; tetapi yang bajik tidak membiarkan diri mereka tersesat meskipun dalam kesulitan terbesar sekalipun. Pertapaan, pembelajaran, dan kebijaksanaan menjadi kekayaan mereka.

Berdasarkan kitab “Jatakamala” karya Acarya Aryasura
Disusun oleh Garvin Goei
Foto relief oleh Bhikkhu Anandajoti

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *