Kisah Upacara Pengorbanan (Kisah Relief Jatakamala 10)

Kisah Upacara Pengorbanan
(Kisah Relief Jatakamala 10)

Ringkasan:

Suatu hari, negeri tempat seorang raja yang arif dan bijaksana mengalami bencana kekeringan. Para tetua dan Brahmana mendesak raja untuk melakukan upacara pengorbanan hewan untuk menyenangkan para dewa, dengan harapan hujan akan segera turun. Namun sang raja tidak percaya dengan upacara pengorbanan nyawa karena hal ini adalah tindakan penyiksaan makhluk hidup. Setelah merenungi hal ini, sang raja kemudian meminta para petugas kerajaannya untuk mengumumkan bahwa ia akan melakukan upacara pengorbanan, di mana orang-orang yang melakukan kejahatanlah yang akan ditangkap dan dikorbankan. Raja melakukan ini tidak dengan tujuan agar rakyat-rakyatnya dapat mengendalikan diri selama kekeringan melanda negeri, agar bisa bertahan hingga musim penghujan. Mendengar kabar ini, para rakyat menjadi patuh terhadap aturan dan menghindari perbuatan jahat. Negeri menjadi aman dan tentram, dan berhasil melewati musim kemarau dengan baik. Hujan pun turun dan semua bersuka cita atas kebijaksanaan sang raja.


10.1. Karena bencana kekeringan, para Brahmana dan tetua mendesak raja untuk melakukan upaca pengorbanan

Pada suatu ketika, hiduplah seorang raja yang arif dan bijaksana. Kepemimpinannya yang sesuai dengan Dharma membuat negerinya makmur, disegani oleh kerajaan lain, dan rakyatnya bersukacita.

Namun terjadilah bencana kekeringan di negeri itu. Panen mulai gagal dan rakyat mulai panik. Para tetua, penasihat, dan Brahmana pun berdiskusi dengan raja tentang solusi dari permasalahan ini. Menurut mereka, bencana kekeringan ini terjadi karena kurangnya persembahan kepada para dewa, oleh sebab itu mereka menyarankan agar raja segera melakukan upacara pengorbanan hewan untuk menyenangkan hati para dewa.

Sang raja merasa bahwa solusi itu tidak sesuai dengan Dharma, tetapi ia menghormati para tetua dan Brahmana sehingga tidak berani menolaknya secara langsung. Raja kemudian mengalihkan topik pembicaraan, tetapi para tetua dan Brahmana justru mengungkit upacara pengorbanan itu kembali dan mendesak raja agar segera melakukannya. Mereka berucap:

“Anda selalu berhati-hati untuk tidak mengabaikan kewajiban Anda sebagai seorang raja, namun mengapa kali ini Anda begitu ceroboh dan lamban untuk melakukan upacara pengorbanan, yang harus dilakukan demi kebaikan rakyat-rakyat Anda?”

Sang raja tidak dapat menolak secara langsung dan meminta waktu untuk mempertimbangkan. Beliau kemudian merenungi bahwa upacara pengorbanan ini hendaknya tidak dilakukan, karena para dewa seharusnya tidak meminta pengorbanan nyawa yang tidak sesuai dengan Dharma. Sang raja juga kemudian berpikir dalam hati:

“Jika korban yang terbunuh dalam upacara pengorbanan benar-benar masuk surga, bukankah seharusnya kita para Brāhmana itu yang hendaknya mempersembahkan diri mereka sendiri untuk dikorbankan dalam upacara pengorbanan? Namun, aku tidak melihat mereka melakukan hal itu. Bagaimana mungkin nasihat ini dapat aku terima?”

10.2. Raja memutuskan untuk melakukan upacara pengorbanan

Meski raja tidak akan melakukan upacara pengorbanan hewan, tetapi ia tahu bahwa hal ini akan menimbulkan gejolak dari para tetua dan Brahmana, yang dituakan di dalam masyarakat. Raja tidak ingin menimbulkan konflik, tetapi ia juga tidak ingin membunuh para hewan demi kepentingan ritual. Raja pun berpikir keras untuk menemukan solusi dari konflik ini.

Setelah melalui perenungan, akhirnya raja pun menemukan solusinya. Ia memanggil para petugas kerajaan untuk hadir dan mengumumkan bahwa ia akan melakukan upacara pengorbanan:

“Aku akan melakukan pengorbanan manusia sebanyak seribu orang. Siapapun dari kalian yang kuanggap telah melanggar aturan perilaku moral dan meremehkan perintah kerajaan, orang itu akan kutangkap dan kujadikan persembahan dalam upacara pengorbanan. Orang-orang seperti itu pantas untuk dikorbankan karena mereka adalah noda bagi keluarganya dan bahaya bagi negaraku. Untuk melaksanakan ketetapan ini, aku akan menugaskan petugas kerajaanku untuk mengawasi perilaku kalian sepanjang hari!”

10.3. Petugas kerajaan mengumumkan upacara pengorbanan ke seluruh penjuru negeri

Setelah mendapat perintah dari raja, para petugas kerajaan pun menyebar. Mereka mengumumkan ke seluruh penjuru negeri – di setiap sudut kota dan pasar – bahwa raja akan melakukan upacara pengorbanan manusia, di mana manusia yang berperilaku jahat dan tidak bermoral akan ditangkap dan dikorbankan. Mereka juga mengumumkan bahwa raja akan menyebar para pengawas untuk mengawasi perilaku mereka setiap hari.

Para rakyat, setelah mendengar pengumuman ini, menjadi takut untuk berbuat jahat, terlebih setelah melihat para pengawas yang ada di setiap sudut wilayah. Mereka menjaga perilaku mereka dan lebih berwaspada terhadap tindak-tanduk mereka, lebih disiplin daripada sebelumnya. Orang-orang yang sering bertengkar menjadi berhenti bertengkar. Mereka menjadi lebih hormat satu sama lain, menghindari perselisihan dan saling memaafkan. Akibatnya, suasana kota menjadi sangat damai dan tentram.

Raja kemudian menerima laporan dari para petugas kerajaan bahwa tidak ada satu pun rakyat yang pantas untuk ditangkap dan dikorbankan, karena mereka semua telah berperilaku baik. Raja, setelah mendengar laporan ini, merasa sangat bersukacita. Ia kemudian mengumumkan bahwa akan segera melakukan upacara pengorbanan, tetapi yang dikorbankan adalah hartanya sendiri.

Maka kini para petugas kembali berkeliling ke seluruh penjuru negeri bahwa raja akan melakukan upacara pengorbanan harta. Di setiap desa, kota, dan pasar akan didirikan tempat-tempat berdana, di mana raja akan membagikan uang dan pakaian bagi mereka yang mengalami kesulitan.

Upacara pengorbanan harta ini membuat kemiskinan dan kelaparan lenyap dari negeri itu. Mereka pun dapat melewati bencana kekeringan ini dengan baik. Kemudian, musim hujan pun tiba dan kekeringan pun berlalu.

10.4. Para rakyat memuji kebijaksanaan sang raja

Setelah berhasil melalui bencana kekeringan, rakyat-rakyat kerajaan tersebut menyadari bahwa ini terjadi berkat kebijaksanaan raja dalam menemukan solusi. Mereka memuji-muji sang raja, sehingga puji-pujian terdengar di berbagai wilayah. Salah satu petugas kerajaan yang mengetahui hal ini kemudian menghadap kepada sang raja dan berkata,

“Oh! Berbahagialah para rakyat yang berada di dalam perlindunganmu! Sungguh tiada ayah yang dapat menjadi wali yang lebih baik bagi anak-anaknya selain baginda!”

Mereka semua pun bersukacita.

Dan jika korban yang terbunuh dalam upacara pengorbanan benar-benar masuk surga, bukankah seharusnya kita mengharapkan para Brāhmana itu yang mempersembahkan diri mereka sendiri untuk dikorbankan dalam upacara pengorbanan? Namun, aku tidak melihat mereka melakukan praktik seperti itu. Kalau begitu, siapa yang dapat menerima nasihat yang diberikan oleh para penasihat ini?

Wahai penguasa yang bijak, upacara pengorbanan mereka lakukan demi mencapai beberapa tujuan sesungguhnya adalah tindakan keji, karena menyebabkan penderitaan kepada pada makhluk hidup.

“Siapa yang menginginkan kebaikan kepada rakyatnya, dirinya berusaha,
Dengan demikian mendatangkan keselamatan, kemuliaan, kebahagiaan.
Tiada orang lain yang dapat menjadi raja seperti ini.”

Berdasarkan kitab “Jatakamala” karya Acarya Aryasura
Disusun oleh Garvin Goei
Foto relief oleh Bhikkhu Anandajoti

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *