Jātakamālā 15 – Matsyajātakam
(Kisah Seekor Ikan)

Jātakamālā 15 – Matsyajātakam
(Kisah Seekor Ikan)

Ditulis oleh:
Ācārya Āryaśūra

Diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris oleh:
J. S. Speyer

Suntingan Bahasa Inggris oleh:
Bhikkhu Anandajoti

Diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh:
Garvin Goei


Mereka yang melakukan perbuatan baik akan berhasil mewujudukan cita-cita mereka pada kehidupan ini, dan terlebih lagi di kehidupan selanjutnya. Karena alasan inilah, perilaku yang murni harus diupayakan, seperti yang akan diajarkan berikut ini.

Konon, Bodhisattva terlahir sebagai pemimpin para ikan, tinggal di sebuah danau kecil yang airnya indah berhiaskan berbagai teratai dan lili air berwarna putih, merah, dan biru. Danau itu dihiasi dengan pasangan angsa dan bebek, dan ditutupi dengan bunga-bunga dari pohon yang tumbuh di perbatasannya. Berkat praktik (kebajikannya) dalam berbagai kelahiran sebelumnya, yang terus-menerus membantu makhluk lain, dia bertekad untuk bertindak hanya demi kebaikan dan kepentingan makhluk lain, sekalipun dia terlahir sebagai seekor ikan dalam kehidupan ini ini.

(1)
Melalui kebiasaan dalam waktu yang lama, perbuatan baik atau buruk melekat pada makhluk hidup sedemikian rupa sehingga mereka akan melakukannya kembali dalam kelahiran barunya tanpa usaha apa pun, seolah saat sedang tidur sekalipun.

Sang Mahāsattva menyayangi ikan-ikan di kolam itu seolah-olah mereka adalah keturunannya sendiri, menunjukkan kebaikan hatinya kepada mereka dengan berbagai cara: melalui pemberian, kata-kata yang baik, memperhatikan kepentingan mereka, dan sebagainya.

(2)
Dia mencegah mereka agar tidak berkeinginan untuk melukai satu sama lain, menumbuhkan kasih sayang satu sama lain. Berkat usaha dan kebijaksanaannya, Bodhisattva membuat mereka melupakan kebiasaan mereka untuk mencari makan dengan cara yang kejam.

(3)
Berada dalam perlindungannya, kawanan ikan itu menjadi makmur, bagaikan sebuah kota yang diperintah oleh seorang raja yang bertindak dengan cara yang benar, terbebas dari segala jenis kemalangan.

Suatu ketika, karena kurangnya nasib baik para makhluk dan kelalaian para dewa yang bertanggung jawab atas hujan, dewa tidak menurunkan hujan sesuai jumlah yang seharusnya. Akibat hujan jarang turun, danau itu tidak terisi seperti sebelumnya, yang biasanya diisi dengan air baru berwarna kuning oleh bunga-bunga pohon kadamba yang mengembang. Setelah itu, ketika musim panas tiba, sinar matahari yang semakin membara, meminum air dari danau itu hari demi hari, seolah-olah letih karena kelelahan; begitu pula bumi yang dipanaskan oleh sinar-sinar itu; demikian pula angin, yang seolah-olah ditemani oleh api, merindukan penyegaran. Ketiganya meredakan dahaga mereka di dalam danau, hingga pada akhirnya membuat (danau itu) berubah menjadi genangan kolam.

(4)
Di musim panas, matahari yang menyala-nyala, angin yang menyengat seolah sedang memancarkan api, dan bumi yang lelah karena demam, mengeringkan air, seolah-olah mereka akan meredakan amarah mereka.

Kawanan ikan tersebut telah berada dalam kondisi yang menyedihkan. Tidak hanya gerombolan burung yang terus menghantui dari tepi danau, bahkan gerombolan burung gagak mulai mengamati mereka sebagai mangsanya, karena mereka tidak bisa melakukan apa-apa selain berbaring dan bermegap-megap. Bodhisattva merasakan penderitaan dan kesedihan kelompoknya, dan tergerak oleh welas asih, merenungi: “Oh! Malapetaka telah menimpa ikan-ikan malang ini!

(5)
Air semakin berkurang setiap hari, seolah-olah sedang berlomba dengan sisa usia makhluk hidup, dan awan diperkirakan tidak akan datang sama sekali untuk waktu yang lama.

(6, 7)
Tidak ada kesempatan untuk melarikan diri; dan jika ada, siapa yang akan membawa kami ke tempat lain? Selain itu, musuh-musuh kami, diundang oleh bencana yang kami alami, sudah berkumpul untuk melawan kami. Tidak diragukan lagi, mereka sedang menunggu sisa air mengering untuk melahap ikan-ikan yang bersujud di bawah mataku ini.

Sekarang, tindakan apa yang tepat untuk dilakukan di sini?” Mengingat demikian, Sang Mahātmā hanya melihat satu cara untuk menolong, yakni dengan memanfaatkan kebenarannya. Oleh karena itu, sementara berduka oleh welas asih di dalam pikirannya dan menghela nafas yang panjang dan dalam, dia melihat ke atas ke langit dan berbicara:

(8)
“Sejujurnya aku tidak mengingat, betapapun aku sudah merenungkannya, bahwa aku pernah menyakiti makhluk hidup mana pun, bahkan dalam keadaan tersulit sekalipun. Dengan kekuatan kebenaran ini, semoga raja para dewa mengisi wadah-wadah air dengan hujannya.”

Ketika Sang Mahātmā mengucapkan kata-kata ini, terjadilah keajaiban yang disebabkan oleh kekuatan kebenarannya yang digabungkan dengan simpanan jasa kebajikannya, beserta bantuan para dewa, naga, dan yakṣa yang menggunakan kekuatan mereka. Di seluruh bagian langit tampak awan hujan, muncul pada waktu yang tepat meskipun bukan pada musimnya. Mereka melayang rendah, dipenuhi oleh air hujan; suara guntur yang dalam dan lembut terdengar dari mereka; sementara kilatan petir menghiasi puncaknya yang besar dan berwarna biru tua, menyebar di langit, seolah-olah sedang saling berpelukan dengan kepala dan tangan mereka secara perlahan mendekat.

(9)
Seperti bayangan gunung yang dipantulkan oleh langit, awan hitam muncul, mengelilingi cakrawala dan menimbulkan kegelapan dari atas.

(10)
Suara gemuruh petir kini bergema di sekitar, mendorong burung merak untuk mengucapkan teriakan kegembiraan dan melakukan berbagai gerakan tarian, seolah mereka memuji awan gemawan. Hiasannya ini, bersama dengan kilatan petir yang tak henti-hentinya memberikan kegembiraan dan tawa yang luar biasa yang menyorot gumpalan awan itu.

(11)
Kemudian awan melepaskan aliran hujan, yang jatuh seperti mutiara yang terlepas dari cangkangnya. Debu mereda, dan bau yang kuat menyebar dengan sendirinya, terbawa oleh angin yang mengiringi hujan petir.

(12)
Sinar matahari, meskipun kekuatannya telah mencapai tingkat tertingginya di musim panas, sekarang tersembunyi, dan arus air mengalir dari pegunungan, meluapi tepiannya dengan deretan buih yang mereka simpan.

(13)
Dan kilatan petir tipis, yang menyinari cakrawala lagi dan lagi dengan cahaya berwarna kuning keemasannya, menampilkan tariannya, bergembira dengan musik instrumen awan.

Sekarang, sementara arus air bening yang mengalir ke danau dari semua sisi dan memenuhinya, burung-burung gagak dan burung-burung lainnya telah terbang menjauh sejak awal munculnya badai petir. Kawanan ikan itu memulihkan harapan mereka untuk hidup, merasa sangat bersukacita. Namun Bodhisattva, meski hatinya diliputi kegembiraan, takut bahwa hujan akan berhenti, kemudian berbicara kepada Parjanya berulang-ulang:

(14)
“Mengaumlah, Parjanya, mengaumlah, dengan nyaring dan dalam! hilangkan kegembiraan burung gagak, curahkan airmu seperti permata yang diberkahi dengan kecemerlangan kilat yang menyala-nyala, pendamping mereka.”

Ketika Śakra, raja para dewa, mendengar hal ini, dia menjadi sangat heran dan pergi menemuinya secara pribadi. Memujinya dan berbicara:

(15)
“Sungguh, ini adalah kekuatanmu, efek dari kebenaranmu yang mendalam, wahai raja para ikan yang perkasa, yang membuat awan hujan ini mencurahkan airnya dengan suara guntur yang indah, seolah-olah mereka adalah wadah air yang dituang.

(16)
Sungguh aku harus dipersalahkan – atas kurangnya perhatianku – jika aku lalai mematuhi tindakan makhluk sepertmu, yang bertindak demi kepentingan para makhluk.

(17)
Karena itu, mulai sekarang engkau tidak perlu cemas lagi. Aku berkewajiban untuk membantu orang yang berbudi luhur dalam melaksanakan tugas-tugas mereka. Maka wilayah ini, yang adalah tempat tinggal dari kebajikanmu, tidak akan pernah lagi didatangi oleh wabah yang sama di kemudian waktu.”

Setelah memujinya dengan baik, dia menghilang dari tempat itu. Dan danau itu memperoleh peningkatan jumlah air yang sangat besar.

Dengan cara ini, mereka yang melakukan perbuatan baik akan berhasil mewujudukan cita-cita mereka pada kehidupan ini, dan terlebih lagi di kehidupan selanjutnya. Karena alasan inilah, perilaku yang murni harus diupayakan.


[Kembali ke daftar isi]

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *