Jātakamālā 17 – Kumbhajātakam
(Kisah Sebuah Kendi)

Jātakamālā 17 – Kumbhajātakam
(Kisah Sebuah Kendi)

Ditulis oleh:
Ācārya Āryaśūra

Diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris oleh:
J. S. Speyer

Suntingan Bahasa Inggris oleh:
Bhikkhu Anandajoti

Diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh:
Garvin Goei


Meminum minuman keras yang memabukkan adalah perbuatan yang sangat buruk, merupakan sumber dari banyak kejahatan. Mengetahui hal ini, orang-orang bajik akan menjauhkan sesama mereka dari hal buruk ini, terlebih lagi bagi diri mereka sendiri. Ini akan diajarkan sebagai berikut.

Suatu ketika Bodhisattva, dengan welas asihnya yang besar memurnikan pikirannya, yang selalu berniat membawa kebaikan dan kebahagiaan bagi orang lain, mewujudkan praktik suci perilaku baik melalui perbuatan amal, kerendahan hati, pengendalian diri, dan sejenisnya; memperoleh kelahiran bermartabat sebagai Śakra, raja para dewa. Dalam kehidupan ini, meskipun dia menikmati kesenangan indria yang pantas dinikmati oleh para dewa, namun Sang Berwelas Asih dapat mengendalikan pikirannya sehingga dia tidak mengendurkan usahanya dalam menguntungkan dunia.

(1)
Mereka yang meminum anggur (minuman keras) tidak berwaspada terhadap kemakmurannya, bahkan tidak untuk kepentingan mereka sendiri. Śakra, sebaliknya, tidak hanya terbebas dari kemabukan yang berasal dari kenikmatan-kenikmatan tinggi yang dimiliki oleh dewa-dewa dengan peringkat tinggi, namun kewaspadaannya terhadap kepentingan makluk lain tetap besar seperti sebelumnya.

(2)
Ia dipenuhi dengan rasa kasih sayang terhadap para makhluk yang mengalami berbagai kemalangan, seolah-olah mereka adalah kerabatnya sendiri. Ia tidak pernah lupa untuk mengurus kepentingan orang lain, bertahan dalam tekad yang kuat dan menyadari sifatnya sendiri (yang luar biasa).

Suatu hari Bodhisattva sedang mengamati dunia manusia. Matanya, agung bagai wataknya dan tampak lembut sesuai dengan keramahannya, sambil membungkuk kepada umat manusia dengan welas asih, melihat seorang raja yang bernama Sarvamitra, yang karena pergaulan salahnya dengan teman-teman buruk yang memiliki kebiasaan minum minuman keras, dirinya bersama rakyat-rakyatnya, para warga kota dan tuan tanah. Sekarang, setelah memahami bahwa raja tidak mengetahui kesalahan dalam kebiasaan ini, dan mengetahui bahwa meminum minuman keras merupakan kesalahan besar, Sang Mahātmā, diliputi oleh welas asih yang besar, merenung, “Sungguh sayang sekali, betapa besar kesengsaraan yang telah menimpa orang ini!

(3)
Minum minuman keras, bagaikan jalan yang indah tetapi salah – karena itu adalah hal yang manis pada awalnya – menjauhkan orang-orang dari pencerahan karena gagal mengenali keburukan yang ditimbulkannya.

Lalu, apa cara yang tepat untuk bertindak pada kali ini? Aku telah menemukannya.

(4)
Orang-orang meniru perilaku seseorang yang paling utama di antara mereka; ini adalah sifat tetap mereka. Oleh karena itu, sang raja adalah orang yang harus disembuhkan, karena dari dia akan timbul kebaikan maupun keburukan bagi rakyat-rakyatnya.”

Setelah memutuskan demikian, Sang Mahāsattva mengambil wujud sebagai seorang brāhmana yang berpenampilan agung. Warnanya bersinar seperti emas murni; dia mengenakan rambutnya yang kusut dan terpilin, yang memberinya penampilan tegas; dia menutupi tubuhnya dengan pakaian kulit kayu dan kulit rusa.

Sebuah kendi berukuran sedang, penuh dengan surā, tergantung di sisi kirinya. Dalam wujud ini, dia berdiri di udara dan menampakkan dirinya kepada raja Sarvamitra, ketika dia sedang duduk bersama rombongannya di aula pertemuannya, dan pembicaraan mereka (raja dan rombongannya) berubah menjadi seperti menghadiri kegiatan meminum surā, āsava, maireya, rum, dan minuman keras yang dicampur madu. Saat melihatnya, orang-orang yang berkumpul, tergerak oleh keterkejutan dan rasa hormat, bangkit dari tempat duduk mereka, dan dengan hormat menangkupkan telapak tangan mereka kepadanya. Setelah itu, dia mulai berbicara dengan suara nyaring, menyerupai suara dalam dari awan yang besar karena hujan:

(5)
“Lihat, kendi ini terisi hingga penuh,
Bunga-bunga tertawa di lehernya;
Hiasannya yang indah diukir dengan tangan;
Siapakah yang akan membeli kendi ini dariku?

(6)
Aku memiliki kendi yang dihiasi dengan karangan bunga lebar bagai gelang, berkibar tertiup angin. Lihatlah betapa anggun penampilannya, dihiasi dengan deadunan yang lembut. Siapakah di antara kalian yang ingin memilikinya dengan cara membeli?”

Setelah itu, raja itu, yang rasa keingintahuannya bangkit dengan keheranan, dengan hormat menatap matanya dan mengangkat telapak tangannya yang tertangkup, mengucapkan kata-kata berikut ini:

(7)
“Bagaikan matahari pagi engkau menampakkan diri kepada kami dengan kilaumu, keanggunanmu yang bagaikan rembulan, dan sosokmu yang bagaikan beberapa Muni. Berkenanlah untuk memberi tahu kami, dengan apa namamu dikenal di dunia. Kualitas termasyhurmu yang berbeda membuat kami tidak yakin tentangmu.”

Śakra berkata:

(8)
“Setelah ini engkau akan mengenalku dan siapa diriku, tetapi sekarang niatkanlah untuk membeli kendi ini dariku – setidaknya jika engkau tidak takut terhadap penderitaan di kehidupan berikutnya atau bencana berat yang masih akan terjadi di sini.”

Raja menjawab: “Sungguh, perkenalan berupa tawar-menawar seperti yang dilakukan oleh Yang Mulia, belum pernah aku lihat sebelumnya.

(9, 10)
Cara yang biasa menawarkan benda untuk dijual di antara manusia adalah dengan memuji kualitas baik mereka dan menyembunyikan kesalahan mereka. Sungguh, sikap yang engkau lakukan itu mencerminkan orang-orang sepertimu, yang membenci kebatilan. Sebab orang yang berbudi luhur tidak akan pernah meninggalkan kejujuran, bahkan ketika dalam kesusahan sekalipun!

(11)
Beritahu kami, Yang Mulia, dengan apa guci ini diisi. Dan apakah yang diinginkan oleh makhluk perkasa seperti engkau dari kami, melalui pertukaran barang ini?”

Śakra berkata: “Dengarlah, penguasa yang perkasa.

(12)
Kendi itu tidak diisi dengan air, baik yang didapatkan dari awan atau diambil dari aliran suci; juga tidak dengan madu harum yang dikumpulkan dari tangkai sari bunga; atau dengan mentega yang sangat baik; juga dengan susu, yang warnanya sama dengan sinar rembulan yang membangunkan bunga lili di malam tak berawan. Kendi ini diisi dengan minuman keras yang tidak baik. Sekarang, pelajarilah kebajikan dari minuman keras ini.

(13)
Dia yang meminumnya akan kehilangan kendali atas dirinya sendiri, sebagai akibat dari mabuk yang mengacaukan pikiran; karena perhatiannya akan mengendur, dia akan tersandung bahkan di atas tanah datar sekalipun; dia tidak akan mampu membedakan antara makanan yang diperbolehkan dan yang dilarang, dan akan memakan apa pun yang dia peroleh. Sifat seperti itulah, cairan di dalam kendi ini. Belilah kendi yang terburuk ini!

(14)
Minuman keras ini memiliki kekuatan untuk menghilangkan kesadaranmu, sehingga membuat engkau kehilangan kendali atas pikiranmu dan berperilaku bagai binatang buas, membuat musuh-musuhmu menertawakanmu. Sebab, engkau akan menari di tengah-tengah pertemuan, mengiringi dirimu dengan suara-suara dari mulutmu. Karena sifatnya seperti itu, engkau layak membeli minuman keras di dalam kendi ini, yang tidak mengandung kebaikan apa pun!

(15)
Bahkan orang yang tahu malu pun akan kehilangan rasa malu jika meminumnya, dan tidak lagi terkekang dalam berpakaian; telanjang seperti para Nirgrantha, mereka akan berjalan dengan berani di jalan besar yang penuh sesak dengan orang-orang. Sifat seperti itulah, minuman keras yang terkandung dalam kendi ini dan sekarang ditawarkan untuk dijual.

(16)
Meminumnya bahkan dapat menyebabkan seseorang terbaring lelap tanpa akal di atas jalan milik raja, tubuh mereka kotor dengan makanan yang mereka muntahkan dan wajah mereka dijilat oleh anjing-anjing dengan tanpa rasa malu. Demikianlah minuman ini, menyenangkan untuk dibeli, yang telah dituang ke dalam kendi ini!

(17)
Bahkan seorang wanita yang menikmatinya dapat terbawa mabuk ke dalam keadaan yang sedemikian rupa, sehingga dia akan mengikat orangtuanya ke pohon dan mengabaikan suaminya, berharap dia kaya raya bagai Kubera. Inilah yang diperdagangkan di dalam kendi ini!

(18)
Minuman keras itu, ketika diminum yang membuat para Vṛṣṇaya dan Andhakā kehilangan akal sehat mereka sampai tingkat ini, tanpa memedulikan hubungan mereka, mereka menghancurkan satu sama lain dengan tongkat mereka, minuman dengan efek menggilakan itu dimasukkan ke dalam kendi ini!

(19)
Kecanduan sehingga tempat tinggal seluruh keluarga yang berasal dari derajat tertinggi pun binasa, demikianlah minuman keras yang telah menyebabkan kehancuran bagi keluarga-keluarga yang kaya raya, berada di dalam kendi ini dan ditawarkan untuk dijual.

(20)
Di sini, di dalam kendi inilah yang membuat lidah dan kaki tidak terkendali, menangguhkan setiap tangis dan tawa; yang karenanya mata terlihat berat dan kusam seperti orang yang kerasukan roh jahat; sesuatu yang merusak pikiran seseorang, harus merendahkannya menjadi objek penghinaan.

(21)
Di dalam guci inilah dijual sesuatu yang mengganggu indra orang-orang yang berusia tua sekalipun dan membuat mereka malu untuk melanjutkan jalan yang menuju kebaikan mereka, mendorong mereka untuk banyak bicara tanpa tujuan dan gegabah.

(22)
Inilah kesalahan dari minuman ini, bahwa para dewa tua, menjadi ceroboh, kehilangan kemegahan mereka oleh raja para dewa, dan tenggelam di dalam samudra mencari pertolongan. Dengan minuman itulah kendi ini terisi. Maka, ambillah!

(23)
Bagai perwujudan dari kutukan, ia berada di dalam toples ini, ia dengan kekuatan kepalsuan yang diucapkan dengan kepercayaan diri, seolah-olah itu adalah kebenaran, dan tindakan terlarang dilakukan dengan gembira, seolah-olah itu seharusnya dilakukan. Ialah yang membuat seseorang berpegang baik pada apa yang buruk, dan bepegang buruk pada apa yang baik.

(24)
Maka, belilah penghasil kegilaan ini, tempat kediaman bencana ini, bencana yang menjelma ini, ibu dari perbuatan-perbuatan buruk ini, satu-satunya jalan salah yang tak tertandingi ini, kegelapan batin yang mengerikan ini.

(25)
Belilah dariku, oh baginda, minuman yang mampu menghilangkan indra manusia sepenuhnya, sehingga, tanpa mempedulikan kebahagiaan atau keadaannya di masa depan, dia dapat menyerang ayah atau ibunya yang tidak bersalah atau seorang pertapa suci.

(26)
Begitulah minuman keras ini, yang dikenal di antara manusia dengan nama surā, wahai penguasa manusia, yang dengan kemegahanmu menyamai para dewa (surā). Biarkanlah dia berusaha untuk membelinya, yang bukan pendukung kebajikan.

(27)
Orang-orang, karena kecanduan minuman keras ini, menjadi terbiasa dalam berperilaku buruk, dan akibatnya akan jatuh ke jurang neraka yang mengerikan, atau terlahir sebagai binatang maupun pretā yang menyedihkan. Kalau begitu, siapa yang akan memutuskan untuk melihat minuman keras ini?

(28)
Dan, sedikit meminum minuman keras yang memabukkan ini sekalipun, tetap saja sifat buruk itu menghancurkan perilaku baik dan pemahaman yang baik dari mereka yang melewati kelahiran sebagai manusia. Terlebih lagi, setelah itu akan mengarah pada kelahiran di neraka Avīci yang luar biasa, terbakar dengan api yang menyala-nyala, atau di alam para arwah, atau di dalam tubuh binatang buas yang keji.

(29)
Singkatnya, meminum ini menghancurkan setiap kebajikan; mematikan perilaku baik (śīla), secara paksa membunuh reputasi baik, menghilangkan rasa malu, dan mengotori batin. Bagaimana seharusnya engkau membiarkan dirimu meminum minuman keras yang memabukkan untuk seterusnya, wahai raja?

Melalui kata-kata Śakra yang meyakinkan dan penjelasannya yang kuat, sang raja menjadi sadar terhadap kesalahan meminum minuman keras yang memabukkan. Dia membuang keinginan untuk mengambilnya, dan berbicara kepada lawan bicaranya:

(30)
“Seperti seorang ayah yang penuh kasih sayang akan sudi untuk berbicara dengan putranya, atau seorang guru kepada muridnya sebagai imbalan atas kedisiplinan dan kepatuhannya, atau seorang Muni yang mengetahui perbedaan antara cara hidup yang baik dan yang buruk, makna semacam itu disampaikan dalam kata-kata baik yang telah engkau ucapkan kepadaku karena kebajikan. Untuk alasan inilah aku akan berusaha untuk menghormatimu sebagaimana mestinya, melalui suatu perbuatan.

Sebagai imbalan atas kalimat-kalimat yang diucapkan dengan baik, Yang Mulia setidaknya akan berkenan menerima penghormatan dari kami ini.

(31)
Aku memberimu lima desa yang luar biasa, seratus budak wanita, lima ratus sapi, dan sepuluh kereta dengan kuda terbaik yang digunakan untuk mereka. Sebagai pembicara kata-kata yang baik, engkau adalah seorang guru bagiku.

Atau, jika engkau menginginkan hal lain untuk dilakukan olehku, Yang Mulia dapat berbaik hati sekali lagi dengan memerintahkan demikian.”

Śakra menjawab:

(32, 33)
“Aku tidak menginginkan desa atau anugerah lainnya. Ketahuilah bahwa aku adalah raja para dewa, wahai raja. Tetapi penutur kata-kata kebajikan harus dihormati dengan menerima kata-katanya dan bertindak sesuai dengannya.

Karena inilah jalan yang menuju kepada kemuliaan dan kebahagiaan, dan setelah kematian menuju berbagai bentuk kebahagiaan. Oleh karena itu, buanglah kebiasaan meminum minuman yang memabukkan. Berpegang teguh pada Dharma, maka engkau akan mengambil bagian dari surgaku.”

Setelah berbicara demikian, Śakra menghilang di tempat, dan raja, dengan para penduduk kota dan penghuninya, berhenti dari kebiasaan meminum minuman keras.

Maka dengan cara ini, orang yang berbudi luhur, mengetahui penggunaan minuman keras yang memabukkan sebagai tindakan yang sangat buruk, disertai dengan banyak kejahatan, akan menjauhkan sesama mereka dari keburukan ini, terlebih lagi bagi diri mereka sendiri.

[Dan ketika berkhotbah tentang Sang Tathāgata, ini juga harus dikemukakan: “Dengan cara ini Sang Bhagavā berhati-hati terhadap kebaikan dunia yang sudah ada dalam kelahiran sebelumnya.”]


[Kembali ke daftar isi]

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *